YOGYAKARTA — “Di Indonesia ini, orang memberikan pelajaran tentang sex education khan seringnya dianggap tabu. Padahal khan kita selalu ngomong bahwa (pengertian) seks itu bukan hubungan seks.” Pernyataan ini disampaikan Kepala BKKBN Hasto Wardoyo saat memberikan arahan pada Orientasi/Workshop Fasilitator Kesehatan Reproduksi pada Kelompok Risiko Tinggi. Kegiatan nasional ini diikuti Bagi Fasilitator Kesehatan Reproduksi tingkat pusat dan
provinsi, yang dilaksanakan di Hotel Alana Malioboro, kawasan Mantrijeron Yogyakarta, Rabu (01/05/2024).
Lebih lanjut Kepala BKKBN yang lebih akrab dipanggil dokter Hasto ini menjelaskan bahwa pendidikan seks atau seksualitas itu bukan berbagi pengetahuan tentang berhubungan seksual. Tapi pendidikan tentang bagaimana mengenal organ reproduksi laki dan perempuan, dan bagaimana menjaganya agar tetap sehat sehingga ketika tiba saatnya melakukan kegiatan reproduktif (pembuahan kemudian hamil) akan menghasilkan keturunan yang sehat dan selamat ibu dan anaknya.
Sebagaimana diketahui remaja merupakan kelompok yang beresiko tinggi dalam hal kesehatan reproduksinya. Remaja merupakan kelompok umur yang sedang mengalami masa peralihan menuju kematangan seksual, mengalami perubahan fisik dan psikis dari anak mengarah pada kedewasaan. Secara sosial juga mengalami perubahan keadaan ekonomi dari ketergantungan menjadi relatif mandiri.
Pengaruh informasi global yang semakin mudah diakses berkecenderungan mempengaruhi remaja untuk mengadaptasi kebiasaan-kebiaasaan tidak sehat seperti merokok, minum minuman berakohol, penyalahgunaan NAPZA dan perilaku seksual yang tidak sehat.
Senada dengan yang telah disampaikan dokter Hasto, Kepala Perwakilan BKKBN DIY, Andi Ritamariani menyampaikan pentingnya Pembinaan Kesehatan Reproduksi pada Kelompok Remaja Resiko Tinggi untuk mendukung generasi Indonesia Emas 2045, karena banyak sekali masalah yang timbul pada kelompok rentan, diantaranya : minim edukasi kespro, kehamilan remaja, seks bebas, infeksi menular seksual, HIV/AIDS, kehamilan yang tidak diinginkan serta kasus aborsi.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi, negara menjamin pemenuhan hak kesehatan reproduksi setiap orang yang diperoleh melalui pelayanan kesehatan yang bermutu, aman, dan dapat dipertanggungjawabkan. Pelayanan kesehatan ibu dilakukan sedini mungkin dimulai sejak masa remaja sesuai dengan perkembangan mental dan fisik. Pelayanan kesehatan reproduksi remaja bertujuan untuk mencegah dan melindungi remaja dari perilaku seksual berisiko dan perilaku berisiko lainnya serta menyiapkan remaja menjalani kehidupan reproduksi yang sehat dan bertanggungjawab. Pelayanan kesehatan reproduksi remaja dilakukan melalui KIE, konseling dan pelayanan klinis medis.
Pemerintah mulai dari tingkat pusat sampai daerah serta masyarakat bertanggung jawab atas pemberian informasi dan pelaksanaan edukasi mengenai kesehatan reproduksi kepada masyarakat. Pemberian informasi dan edukasi tersebut bisa dilakukan melalui wadah formal dan nonformal seperti sekolah, pertemuan, seminar dan penyuluhan. Dengan informasi dan edukasi tersebut, diharapkan dapat menurunkan kejadian premaritas seks, seks bebas, angka kehamilan tidak diinginkan, stunting serta angka kematian ibu dan anak.
Berkaitan dengan hal tersebut Direktorat Bina Kesehatan Reproduksi BKKBN bekerja sama dengan Rutgers Indonesia telah menyusun Panduan dan Alat Permainan Edukatif (APE) Pembinaan Kesehatan Reproduksi bagi Kelompok Risiko Tinggi. Panduan dan Alat Permainan Edukatif (APE) ini akan digunakan oleh fasilitator kesehatan reproduksi mulai dari tingkat pusat sampai provinsi dalam melakukan implementasi pembinaan kesehatan reproduksi. Workshop ini diselenggarakan guna lebih memaksimalkan penggunaan APE tersebut. Peserta kegiatan adalah para pengampu masalah kesehatan reproduksi pada BKKBN Provinsi seluruh Indonesia, yang telah dimulai sejak Selasa 30 April dan akan berlangsung sampai Jumat 3 Mei 2024.
Penulis: Ratnajulie Y dan FX Danarto SY